Apa itu BPI Danantara?
Danantara merupakan badan pengelola investasi negara yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia. Secara sederhana, Danantara bisa diibaratkan sebagai “bank investasi milik negara” yang mengelola dana dan aset strategis termasuk dana dari ekspor sumber daya alam (DHE SDA) dan aset pemerintah dari berbagai kementerian untuk diinvestasikan pada proyek-proyek berkelanjutan di luar APBN. Definisi ini dipaparkan Ariyo DP Irhamna, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
BPI Danantara sendiri adalah lembaga pengelola sovereign wealth fund (dana kekayaan negara atau dana investasi negara) alias SWF. Indonesia sebelumnya sudah memiliki SWF yaitu Indonesia Investment Authority atau INA. Pada November 2024, Kepala Danantara, Muliaman Darmansyah Hadad, mengatakan INA bakal dikonsolidasikan ke dalam Danantara.
Pengamat BUMN, Toto Pranoto, menilai Danantara bisa difungsikan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Negara tidak lagi hanya bisa bertumpu kepada APBN untuk menumbuhkan ekonomi sampai 7%. [Target] itu bisa dibantu kalau foreign direct investment lebih banyak masuk lewat proyek-proyek yang diinisiasi Danantara,” ujar Toto.
Investor-investor global, menurut Toto, akan tertarik dengan proyek-proyek Danantara. Pertama, karena badan itu juga akan berinvestasi sehingga ada pembagian risiko. Kedua, aset yang dikelola Danantara akan sangat besar sehingga ada faktor kredibilitas.
Senada, Ariyo mengatakan Danantara dapat menjadi pintu masuk bagi investor untuk terlibat dalam proyek-proyek berkelanjutan dan inovatif.
“Yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” ujarnya.
Selain memperkuat stabilitas fiskal dan mengurangi ketergantungan APBN, pendapatan negara dari Danantara dapat dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan sektor publik lainnya.
Meskipun begitu, Ariyo memperingatkan ketergantungan pada proyek investasi justru menimbulkan tantangan tersendiri.
“Jika sebagian besar aset diinvestasikan ke dalam proyek jangka panjang atau proyek yang tidak likuid, terdapat risiko bahwa Danantara akan kesulitan mencairkan dana saat dibutuhkan untuk operasional atau untuk menghadapi situasi darurat ekonomi,” jelasnya.
Selain itu, Ariyo menyebut kebijakan investasi dan regulasi yang berubah-ubah dapat mempengaruhi rencana dan kinerja investasi.
“Ketidakpastian regulasi membuat Danantara harus selalu beradaptasi, yang bisa menimbulkan biaya tambahan dan risiko ketidakpastian dalam operasional,” ujarnya.
Siapa yang memimpin BPI Danantara?
Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan Danantara Indonesia akan dipimpin oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan P Roeslani.
“Nanti Danantara akan dipimpin oleh Bapak Rosan Roeslani,” kata Hasan, Senin (24/02).
Adapun Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria akan ditempatkan dalam holding operasional, sementara Pandu Sjahrir akan ditempatkan di holding investasi.
Selain mereka, Prabowo juga telah menunjuk Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara. Menteri BUMN ini akan didamping oleh Muliaman D. Hadad sebagai wakilnya.
Kemudian, Prabowo juga melibatkan para mantan presiden sebagai penasihat dari Danantara.
Pada peluncuran BPI Danantara, tampak Presiden ketujuh Joko Widodo, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres ke-13 Ma’ruf Amin, Wapres ke-12 Jusuf Kalla, dan Wapres ke-11 Boediono.
“Nanti mantan-mantan Presiden itu nanti akan diajak untuk menjadi penasihat, agar lembaga ini betul-betul dikawal, dijaga oleh figur-figur yang penuh integritas dan memang cinta Indonesia,” tambah Hasan.
Bagaimana latar belakang mereka yang akan memimpin Danantara Indonesia?
Sebelum ditunjuk sebagai Kepala Danantara Indonesia, Rosan telah menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala BKPM dalam Kabinet Merah Putih.
Sepanjang kariernya, Rosan pernah menduduki beragam jabatan pemerintahan, seperti Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Di luar pemerintahan, Rosan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Sementara itu, Pandu Patria Sjahrir adalah keponakan dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut B Panjaitan. Dia juga menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT TBS Energi Utama (TOBA).
Pandu juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML), Ketua Dewan Pengurus Harian di Asosiasi Fintech Indonesia dan Komisaris Utama di GoTo Financials sejak 2021.
Kemudian, Dony Oskaria saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN dan Wakil Komisaris Utama PT Pertamina.
Sebelumnya, Dony pernah menjabat sebagai Direktur Utama Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney), perusahaan induk BUMN pariwisata Indonesia, dan direktur di PT Garuda Indonesia Tbk.
Sebelum peluncuran ini, pengamat mengkhawatirkan kisah skandal 1MDB di Malaysia akan membayangi Danantara tanpa adanya tata kelola yang kuat dan pengawasan independen.
Danantara disebut-sebut mengambil model dari pengelolaan investasi yang diterapkan Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional Berhad milik pemerintah Malaysia.
Selain Khazanah yang didirikan tahun 1993, Malaysia sempat memiliki badan investasi milik negara bernama 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang dibentuk pada 2009.
Pada tahun 2015, 1MDB yang didirikan Perdana Menteri Najib Razak itu menjadi sumber skandal yang mengguncang Malaysia. Penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan korupsi dilaporkan dilakukan Najib Razak dan kroni-kroninya bersumber dari 1MDB.
Peneliti lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, mengatakan Danantara juga memunculkan “peluang korupsi yang cukup besar”.
Wana menyebut adanya klausul dalam UU BUMN bahwa lembaga auditor baru dapat memeriksa Danantara setelah ada persetujuan dari DPR, maka Danantara akan menjadi tidak independen.
“Patut diduga ada upaya memproteksi Danantara agar tidak disentuh oleh lembaga penegak hukum dan lembaga auditor,” ujar Wana ketika dihubungi BBC News Indonesia pada Selasa (18/02).
“Hal ini akan menjadikan Danantara sebagai objek yang dikorupsi untuk mengakumulasi kapital pribadi ataupun kelompok tertentu.”
Hasil pemantauan ICW dari tahun 2016 hingga 2021 menunjukan bahwa cukup banyak korupsi yang terjadi di BUMN. Lembaga itu menyebut pada periode itu, ada sekitar 119 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara lebih dari Rp40 triliun.
Temuan ini, menurut Wana, menunjukan bahwa kondisi tata kelola di BUMN sedang tidak baik.
Berikut enam hal yang patut Anda ketahui soal BPI Danantara.
Bagaimana peran Kementerian BUMN setelah adanya Danantara?
Toto menjelaskan BPI Danantara akan menjadi badan eksekutif pengelolaan BUMN di Indonesia. Sementara Kementerian BUMN nantinya akan berfungsi sebagai pengawas Danantara.
Menteri BUMN secara ex officio akan memimpin dewan pengawas bersama perwakilan dari Kementerian Keuangan dan satu pejabat setingkat menteri yang akan ditunjuk Presiden.
“Sebagai pengawas, Kementerian BUMN akan diberikan selembar saham seri A,” ujar Toto yang merupakan direktur BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu.
Selembar saham seri A ini, menurut Toto, memungkinkan Kementerian BUMN untuk mem-veto apabila ada aksi korporasi Danantara yang dianggap “bertentangan dengan kepentingan strategis negara”.
BUMN-BUMN yang dinaungi BPI Danantara nantinya akan memegang saham seri B sehingga posisinya di bawah Kementerian BUMN.
Tujuh perusahaan BUMN dilaporkan akan dikonsolidasikan dengan Danantara yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT PLN, PT Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia Persero (Mind Id).
Bagaimana lini masa pembentukan Danantara?
Ariyo dari Indef menyebut ide untuk mengelola aset negara secara strategis memang sudah lama dibicarakan di Indonesia.
Beberapa media menyebut ekonom Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, konon pernah mengusulkan konsep pengelolaan aset seperti Danantara.
“Namun klaim bahwa ide tersebut ditolak pada masa Orba dan kemudian diterapkan oleh Malaysia belum memiliki bukti sejarah yang kuat dan cenderung bersifat spekulatif,” ujar Ariyo.
Ariyo menilai pembentukan Danantara lebih merupakan respon terhadap kebutuhan modern untuk mengkonsolidasikan dan mengelola aset pemerintah secara profesional dan transparan
“Jadi, meskipun wacana serupa pernah muncul di masa lalu, implementasi Danantara ini merupakan langkah baru dalam kerangka reformasi pengelolaan aset negara,” ujarnya.
Toto menyebut ide besar restrukturisasi BUMN, termasuk pembentukan holding company, sudah ada sejak era kepemimpinan Presiden BJ Habibie.
Menteri BUMN yang pertama, Tanri Abeng, sudah merancang roadmap untuk membuat BUMN-BUMN lebih punya daya saing, menurut Toto.
“Masalahnya restrukturisasi yang ingin dijalankan pemerintahan Pak Habibie karena masa kepemimpinannya tidak cukup panjang,” ujar Toto.
Pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yang pertama, sambung Toto, kebijakan pembentukan beberapa holding company dilakukan Menteri BUMN Rini Soemarno di akhir masa baktinya.
Kemudian pada pemerintahan Jokowi jilid kedua, pembentukan holding company menjadi semakin diperbanyak dengan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN.
Toto menilai pemerintahan Prabowo saat ini menilai perlu ada perusahaan super holding sebagai rumah induk setelah BUMN-BUMN sekarang relatif tertata.
“[Prabowo] menilai Indonesia ke depan memerlukan korporasi negara yang lebih berdaya saing. Dia melihat rujukannya seperti apa yang dikerjakan Singapura dengan Temasek-nya atau Khazanah-nya Malaysia,” ujarnya.
“Presiden mungkin berpikir di bawah organisasi seperti kementerian, birokrasinya cukup berat sehingga tidak ideal.”
Di sisi lain, Toto menekankan Danantara perlu dengan cepat memperlihatkan hasil yang nyata dan cepat atau disebutnya quick wins untuk pembuktian publik.
“Jangan sampai publik melihat Danantara sudah dibentuk, tetapi performance BUMN malah jalan di tempat,” ujarnya.
Apakah Danantara benar-benar mirip dengan Temasek Singapura dan Khazanah Malaysia?
Toto Pranoto menilai Danantara tidak bisa disamakan dengan Temasek.
Temasek yang didirikan pada tahun 1974, Temasek awalnya mengelola aset-aset pemerintah yang sebelumnya dipegang langsung oleh pemerintah Singapura.
Seiring berjalannya waktu, Temasek berkembang menjadi perusahaan investasi global yang aktif berinvestasi di berbagai negara di dunia.
“Kalau Temasek itu betul-betul mengelola portofolio saja. Artinya kalau saham perusahaannya masih bagus dia pegang, tapi kalau kecenderungan saham perusahaannya mulai menurun, dia bisa lepas,” ujar Toto.
Adapun struktur Khazanah Nasional Berhad, selain mengelola portofolio komersial, juga mengelola aset strategis.
“Khazanah bisa membantu negara untuk menjalankan beberapa proyek strategis dimana BUMN-nya bisa berperan,” ujar Toto.
Toto memberi contoh proyek Kota Iskandar di Johor yang dinaungi Khazanah karena pemerintahan Malaysia ingin membangun kota industri baru untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks Indonesia, Toto mengatakan UU BUMN yang baru mengatur dua badan holding Danantara: operasional dan investasi.
“Holding investasinya [Danantara] ini tugasnya adalah membantu beberapa program strategis pemerintah, misalnya terkait dengan soal ketahanan energi atau ketahanan pangan,” ujar Toto.
Apakah Danantara berpotensi seperti 1MDB Malaysia yang berujung skandal?
Selain Khazanah yang didirikan tahun 1993, Malaysia juga sempat memiliki 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang didirikan pada tahun 2009.
Pada tahun 2015, badan investasi negara yang didirikan Perdana Menteri Najib Razak itu menjadi sumber skandal yang mengguncang Malaysia. Penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan korupsi dilaporkan dilakukan Najib Razak dan kroni-kroninya bersumber dari 1MDB.
Ariyo DP Irhamna dari Indef mengakui perbandingan antara Danantara dan dengan 1MDB memang menjadi kekhawatiran.
“Terutama mengingat skandal tersebut bermula dari lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, dan konflik kepentingan,” ujar Ariyo.
“Jika Danantara tidak dilengkapi dengan mekanisme tata kelola yang solid dan pengawasan yang independen, maka potensi penyalahgunaan dana sangat memungkinkan terjadi.”
Ariyo menekankan keberhasilan Danantara sangat bergantung “pada penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, transparansi, dan akuntabilitas agar tidak terulang kisah 1MDB”.
“Jika terjadi penyalahgunaan dana atau kegagalan investasi besar [di Danantara], hal tersebut dapat menodai reputasi pemerintah dan mengurangi kepercayaan investor, baik domestik maupun internasional. Reputasi yang tercemar dapat berdampak pada kemampuan negara untuk menarik investasi di masa depan,” ujar Ariyo.
“Skandal keuangan dapat memicu keresahan politik dan sosial, yang pada akhirnya mengganggu stabilitas pemerintahan dan perekonomian nasional.”
Sementara Toto mengatakan sistem di Malaysia membuat CEO perusahaan super holding bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.
“Kalau praktik good governance tidak bagus, misalnya dari sisi Perdana Menteri, itu memang bisa membahayakan pengelolaan korporasi besar seperti super holding tadi bisa berjalan dengan baik,” ujar Toto.
Dalam konteks Indonesia, Toto menyebut Danantara bukan hanya bertanggung jawab kepada presiden, melainkan juga berkoordinasi dengan dewan pengawas yang terdiri dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
Selain itu, Danantara juga harus berkoordinasi dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan atas rencana bisnis tahun tertentu.
“Nanti publik bisa melihat apakah Danantara menjalankan program-programnya sesuai dengan rencana bisnis yang sudah mereka ajukan ke DPR,” ujar Toto.
Selain itu, DPR juga berhak menerjunkan auditor BPK jika diperlukan.
Toto melihat adanya para pemangku kepentingan yang beragam ini membuat kasus seperti 1MDB di Malaysia bisa lebih dimitigasi dalam kasus Danantara.
Meskipun begitu, peneliti lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, mengatakan Danantara justru memunculkan “peluang korupsi yang cukup besar”.
Wana menyebut dengan adanya klausul lembaga penegak hukum dan lembaga auditor perlu mendapatkan persetujuan dari DPR, maka Danantara akan menjadi tidak independen.
“Patut diduga ada upaya memproteksi Danantara agar tidak disentuh oleh lembaga penegak hukum dan lembaga auditor,” ujar Wana ketika dihubungi BBC News Indonesia pada Selasa (18/02).
“Hal ini akan menjadikan Danantara sebagai objek yang dikorupsi untuk mengakumulasi kapital pribadi ataupun kelompok tertentu.”
Senada, Ariyo dari Indef mengatakan mekanisme audit yang lemah atau tidak langsung dapat menyulitkan identifikasi dan pencegahan atas penyimpangan dalam pengelolaan dana Danantara.
Apakah Danantara punya risiko politik dan konflik kepentingan?
Ariyo memperingatkan keterlibatan tokoh-tokoh yang memiliki hubungan dekat dengan kekuasaan dalam BPI Danantara dapat menimbulkan intervensi dalam pengambilan keputusan investasi.
“Hal ini dapat mengakibatkan investasi yang tidak sepenuhnya didasarkan pada analisis ekonomi dan potensi keuntungan, melainkan dipengaruhi oleh agenda politik atau kelompok tertentu,” ujarnya.
Selain itu, Ariyo menyebut apabila pejabat atau anggota dewan pengawas dalam Danantara memiliki afiliasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, maka keputusan investasi bisa saja lebih menguntungkan pihak tertentu daripada kepentingan nasional secara keseluruhan.
“Konflik kepentingan ini harus dikelola dengan kebijakan yang tegas dan transparan,” ujarnya.
Ariyo merujuk ke pemberitaan yang menyebut sejumlah nama yang diberitakan akan bergabung dalam kepengurusan Danantara seperti Rosan P Roeslani, yang pernah menjadi Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran.
“Ini memunculkan kekhawatiran karena mereka memiliki pengalaman dan jaringan yang dekat dengan lingkup kekuasaan,” ujar Ariyo.
“Memang, dalam pengelolaan aset negara, keberadaan figur yang memiliki relasi politik dan birokrasi bukanlah hal yang baru. Namun, yang paling krusial adalah seberapa kuat mekanisme tata kelola dan sistem pengawasan yang diterapkan.”
Sementara Toto menolak mengomentari nama-nama yang sudah muncul.
Yang jelas, dia menekankan bahwa aset yang dikelola Danantara “besar sekali” sehingga harus dipimpin orang-orang yang profesional, punya pengalaman berinvestasi secara global, punya integritas, dan rekam jejaknya dipandang baik oleh publik.
“Tinggal nanti dicek, apakah nama-nama yang disebutkan tadi kira-kira memenuhi syarat-syarat tadi apa enggak,” pungkasnya